Ditemukan untuk Kehilangan Karya Berlian Zahra YeriandiniTubuh ini merasakan rasa duka yang benar-benar mendalam, terutama pada hari-hari awal setelah meninggalnya ibu. Salah satu hal yang membuat rasa sedih setelah orangtua meninggal, adalah perasaan sendiri dan tidak punya orang lain dalam hidup, bapak sudah menelantarkan kami dari usiaku 3 tahun. Ibu adalah sosok yang rela berkorban apapun demi sang buah hati. Sosoknya akan selalu melekat dalam hati dan tak akan pernah terganti. Senyum yang tersungging bagaikan pelangi yang muncul di kala rintik hujan berhenti. Pancaran matanya yang selalu menyenangkan jiwa. Aku mencintai ibu karena telah memberikan segalanya untukku. Dia beri aku cinta, dia beri aku jiwanya, dan dia memberiku sepanjang waktunya hingga akhir hayatnya.“Ibu, aku menyangimu sampai akhir hidup ini, meski aku selalu mengecewakanmu. Maafkan aku yang belum bisa membahagiakan.” Bulir-bulir air mata berjatuhan, melihat album yang berisikan kumpulan foto ibu dan juga diri ini. Di usiaku yang menginjak 16 tahun ini, aku harus berjuang untuk mencari pundi-pundi rupiah untuk mencukupi kebutuhan diri sendiri. Setiap sepulang sekolah aku datang ke tempat laundry milik Mpok Atiek untuk membantu menyetrika pakaian. 6 minggu setelah kepergian ibu, aku bertemu dengannya, laki-laki yang 13 tahun lalu tega meninggalkan kami demi seorang janda muda kaya raya. Kulihat ada penyesalan mendalam yang terpancar dari netranya, diri ini merasa iba. Ia membawaku ke tempat tinggalnya, rumah bak istana seorang bangsawan. Terbersit pemikiran bahwa ia pasti menelantarkan kami, terlebih dahulu ingin hidup dalam kemewahan, lalu ia mempertemukan diri ini dengan seseorang wanita yang kedua netranya terpejam. Mungkin wanita ini istri bapak, paras yang begitu cantik dengan tubuh yang ideal, sebagai perempuan merasa jatuh hati karena pesonanya. “Cium telapak tangan bundamu!” Perintah bapak sedikit mendorongku untuk mendukung tempat istri duduk. Kuraih tangan bunda dan memposisikan punggungnya ke arah tersebut di posisi di bawah hidungku, mengecup lembut punggungku. Ia meraba-raba wajahku, cairan bening keluar dari netranya yang mengatup.“Kau tidak dendam? Aku merasakan ketulusan.” Ucapnya sembari terlukis senyuman indah dan wajahnya pun terlihat begitu bahagia.“Tidak, aku tidak dendam. Ibu tidak pernah mengajarkan diri ini untuk menyimpan dendam pada seseorang. Kata ibu, hal itu akan membawa penyakit hati untuk kita.”“Ibumu sangat baik, pantas saja memiliki putri yang berhati baik seperti dirimu. Anggaplah aku seperti ibu kandungmu sendiri,” ucapan sembari bangkit, memeluk erat tubuhku.“Maaf, aku tidak bisa menganggapmu seperti ibu kandungku. Ibu tidak tergantikan oleh orang lain.” Pelukannya melonggar, ia melepaskan tangan dari tubuhku. Raut menunjukkan kekecewaan, ia mundur beberapa langkah. Tangannya meraba sofa, ia duduk di sofa dan mengatakan bahwa aku boleh menganggap dirinya seperti ibuku dan tidak perlu menganggapnya sebagai ibu kandungku. Terdapat sedikit rasa bersalah, kata-kataku menyakiti bunda.***7 bulan kemudian, aku dan bunda semakin dekat. Saya juga mengetahui bahwa ternyata dari lahir dia buta, tidak dapat melihat. Ia dinikahkan dengan seseorang laki-laki, namun laki-laki itu memperlakukan dirinya begitu kejam. Setiap hari ia disiksa, akhirnya ia memutuskan untuk bercerai dan oleh ayahnya dinikahkan dengan bapakku. Dia mengatakan bahwa awalnya tidak mengetahui bila bapak merupakan pria yang beristri. Sampai sini aku paham, bahwa boleh saja seseorang sering melihat bayangan atau berada di bayangan, tetapi tidak semua orang yang sering melihat bayangan juga memiliki hati yang yang cerah di antara berbagai macam bunga, aku dan bunda menikmati teh manis di bangku taman. Bunda lembut rambutku, “Semoga kelak bahagia, bahagia warna-warni. Anak baik semoga bernasib baik.”“Semoga doa baik Bunda, kembali kepada Bunda” wanita di sampingku bapak pulang, kami makan malam bersama layaknya keluarga. Sayangnya tidak ada ibu di sini. besok usiaku menginjak 17 tahun, aku tidak sengaja melihat sesuatu saat melewati kamar bunda. Kucoba untuk mendekat ke arah sumber suara agar semakin jelas.“Aku tidak mau, Mas Ron. Biar aku tetap seperti ini, jangan gadaikan putrimu untukku.” Mendengar bunda mengatakan hal ini aku jadi semakin penasaran.“Bukankah kamu ingin melihat indahnya dunia dan melihat wajah tampanku ini sebelum aku semakin menua. Usiamu sudah mencapai 37 tahun dan usiaku menginjak 41 tahun. Dokter Andre juga mengatakan bahwa mata Gera cocok untukmu, jangan menunda-nunda terus.” ucapan bapak dengan memeluk istrinya dari belakang, tampak dari lubang sekali dia, aku ini putrinya. darah dagingnya sendiri, dia mencariku hanya untuk mengambil mataku. Aku seperti menemukan seorang penjahat terkeji dan akan kehilangan sepasang mataku. Apa yang harus kulakukan, aku tidak ingin kehilangan mataku, terasa, aku mundur perlahan dan tidak sengaja menyenggol meja, membuat vas bunga di atasnya keluar dari kamarnya, mencengkramkan erat lenganku. Menarik paksa diriku agak jauh dari tempat tadi.“Apa yang sudah kamu dengar?”“Tidak ada,” jawabku pelan, tubuhku seorang bapak yang begitu kejam pada putrinya sendiri. Aku tidak menyangka akan diperlakukan seperti ini. Dicengkram dan diseret bagaikan binatang, bahkan binatang saja sering diperlakukan lebih baik dari diriku sekarang, batinku.“Kamu bisa ada di dunia ini karenaku dan sekarang waktunya untuk membayarnya.”“Aku tidak pernah meminta atau memohon untuk menjadi putrimu. Apa kamu tidak memiliki hati? Aku ini putrimu, darah dagingmu. Apa hanya aku yang menganggap dirimu bapakku?” Aku mengiba di hadapannya, “Iya, kau saja yang menganggapku sebagai ayahmu. Aku tidak pernah menganggap dirimu sebagai putriku. Kau hanya sebuah investasiku dan sekarang sudah waktunya untuk mengambilnya.”Aku mencoba untuk bangkit, aku tak mau tetap di sini dan hanya menunggu kematianku tiba. Tangan ini dicekal olehnya, melebar dan membuka ke arah arah diri ini. Akhirnya aku pasrah saat dia menarik paksa diri ini ke dalam kamarku, lalu mengunci pintu dari luar. Kucoba menyambungkan kain sepanjang mungkin untuk turun ke bawah, naasnya hubungan yang kurang kuat dan aku aku bangun dan mata ini sudah diperban, kedua netraku digunakan bunda untuk melihat indahnya dunia. Saat itu aku kehilangan segalanya. Bunda yang awalnya tidak ingin melihat sekarang ini malah tidak menyediakan untuk mengembalikannya. Ia memintaku untuk mengikhlaskan mataku ke dirinya. Aku tersenyum miris dengan kelakuan mereka berdua, aku tak percaya lagi dengan apa yang kalian beri, aku tak percaya lagi dengan matahari yang dulu mampui dan panaskan. Aku berhenti berharap sampai nanti suatu saat tak ada cinta kudapat. Tidak akan ada laki-laki yang menikah dengan seseorang yang buta sepertiku. Kuterima takdir ini, tanpa dendam pada Sang Pemberi Hidup ataupun mereka.“Aku mencoba berusaha ikhlas dari suatu kehilangan dan berusaha dari suatu hal yang menimpa diri.”Tulisan ini merupakan naskah lomba menulis cerpen yang disenggarakan oleh redaksi Panitia lomba maupun redaksi tidak mengedit naskah yang masuk.
Disuatukota yang ramai tinggalah seorang anak bernama rio, dia anak dari bapak Argha dan Ibu Mella. Rio adalah anak satu - satunya yang paling disayang. Rio saat ini bersekolah diSMA dan kini duduk dikelas 2 Ipa. Rio dikenal sebagai anak yang pintar, suka bermain basket dan dia suka bergaul dan tidak ada sifat sombong dalam dirinya.KEHILANGAN Kau tau, hampir semua orang pernah kehilangan. Ada yang kehilangan sebagian tubuhnya, kehilangan kasih sayang orang tua, kehilangan pekerjaan, kehilangan benda-benda berharga, kehilangan sahabat maupun kekasih. Dalam ukuran tertentu, kehilangan yang dialami orang lain mungkin jauh lebih menyakitkan. Tetapi kita tidak sedang membicarakan ukuran relatif kurang atau lebih, karena semua yang namanya kehilangan itu menyakitkan. Elsya Aulia mahasiswa yang merantau dari Bogor ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Gajah Mada UGM mengambil jurusan Geologi. Tidak ada yang spesial dari kehidupannya. Elsya hanya perempuan biasa, parasnya cantik, kulitnya putih, tingginya 165 cm, Elsya tak suka make up layaknya perempuan seusianya, Elsya lebih suka traveling dan photography. Pergi minum kopi sebelum berangkat kuliah adalah kebiasaan Elsya, duduk di meja no 8 dan mulai menikmati secangkir kopi hangat. Kala itu, bersama takdir yang sangat baik. Elsya dipertemukan dengan seorang pria, pria itu menghampirinya dengan penuh senyuman, seolah-olah telah mengenali Elsya begitu lama. Elsya tak pernah mengenalinya. "Siapa pria ini? Apa dia mengenaliku? Kenapa dia tersenyum padaku?" Elsya bingung. "Apa saya boleh duduk bersamamu?" tanya pria itu. "Boleh" jawabku singkat. Elsya buru-buru menghabiskan kopi pesanannya. Sial!! kopinya masih panas. "Bodo amat, yang penting bisa cepat-cepat pergi" cetusnya dalam hati. "Masih panas jangan diminum, kasian bibirmu" ujar pria itu sambil menyingkirkan kopi itu dari mulutnya. "Tak usah buru-buru, saya tidak akan melakukan macam-macam padamu" sahutnya lagi. Elsya hanya diam dan melihatnya geram. 5 menit berlalu tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut pria itu, Elsya pun masih tetap diam sambil menunggu kopinya agar tidak sepanas tadi. "Elsya" ujar pria itu. Elsya terkejut kenapa pria itu tau namanya. "Elsya Aulia kan?" sahutnya lagi. "Ah ternyata memang benar" ucapnya sambil senyum dan mulai menyeruput kopi hangatnya. "Kenapa kamu tau namaku?" "apa kita pernah bertemu sebelumnya?" "apa kita pernah saling mengenal?" Saking penasarannya, banyak sekali pertanyaan yang ditanyakan oleh Elsya. Pria itu malah tersenyum dan memandang Elsya cukup lama. Padahal Elsya sangat menunggu jawaban itu. "Kita dulu pernah satu sekolah. Kamu mungkin tidak ingat, tapi saya ingat karena dari dulu saya menyukaimu hingga sekarang. Maaf telah membuatmu terkejut hari ini, tapi ini sungguhan. Saya tidak pernah menyukai perempuan lain selain dirimu Elsya" ucapnya panjang lebar. Pernyataan pria ini makin membuat Elsya kebingungan. Elsya tak mengenali sosok pria yang ada di depannya ini, Elsya mencoba mengingatnya tapi percuma Elsya tak mengingat apapun, apalagi memori tentang pria yang ada di depannya. Elsya terlihat kebingungan. "Elsya dulu waktu SMA kita pernah satu sekolah, kita memang tak pernah satu kelas, tpi dulu kamu pernah membantuku." ujar pria itu. "Membantu apa?" tanya Elsya. "Saat itu tanganku berdarah, aku pergi ke UKS tapi tidak ada yang bersedia membantu, tapi kamu dengan ikhlas mau membantuku, padahal kamu bukan penjaga UKS hari itu. Kamu baik, kamu cantik, kamu pintar, aku suka" Jelasnya. Saat itu juga Elsya ingat "Ohh iya, aku mengingatnya, waktu itu kamu nangis sambil pegang tangan kamu yang berdarah" sahut Elsya semangat. "Hahaha iya itu dulu Elsya, namaku Reza Pradana" memperkenalkan diri. " Namaku Elsya Aulia, kamu sudah tau sebelumnya" jawab Elsya. Kala itu Elsya dan Reza menjadi teman baik. Bertukar cerita tentang traveling, photography serta bisnis. Elsya dan Reza sering bertemu di sela-sela kuliah, menghabiskan waktu berdua di hari weekend. Banyak yang dilakukan hari itu, makan bareng, nonton film bareng, dan pergi ke tempat-tempat yang cukup unik. Layaknya dua insan yang sedang kasmaran, kemana-mana selalu barengan, satu hari tak bertemu pun sudah rindu haha. Elsya tak menyangka kalau dirinya telah jatuh pada Reza. Karena terbiasa berteman,bertemu,berbagi suka duka dan menjadi pendengar yang baik, kemudian rasa suka itu ada karena Elsya percaya, Reza adalah sosok yang luar biasa. Sosok yang selama ini Elsya cari. "Reza aku menyukaimu" suaranya lembut. Begitulah takdir, kalau memang saatnya, ada saja cara yang Tuhan berikan. Aku beruntung bisa bertemu dengan sosok pria yang baik, mau mengerti, tak egois, namun tegas. Reza mungkinkah kamu pria yang di janjikan Tuhan untuk menjagaku, mendampingiku, menuntunku ke jalan yang lebih benar? Aku berharap "iya". Elsya dan Reza menjalankan hubungan ini begitu santai, namun yakin akan sampai pada tujuan. Terlebih lagi kedua orang tua mereka menyetujui hubungan ini. Mereka merasa dunia sedang berpihak pada mereka. Indah sekali. Tidak pernah rasanya tidak jatuh cinta padanya setiap hari. Reza berbeda dengan pria yang lainnya. Ada saja setiap harinya yang membuatku tidak bosan mencintainya. Reza aku harap kamu selamanya seperti ini. 'Tidak ada yang lebih indah selain dua orang yang bertemu karena saling menemukan, sama-sama berhenti karena telah selesai mencari, tak ada yang pergi sebab tahu sulitnya mencari' Inilah yang selalu aku dan reza tanamkan. Hingga suatu hari di dalam perasaan yang semakin yakin tentang sebuah pilihan masa depan. Aku dan Reza mulai membahas tentang pernikahan, mulai dari biaya pernikahan yang harus di tabung, rumah yang harus dicicil dan usaha yang harus dibangun. Pernah suatu hari Elsya bermimpi tentang Reza. Reza meninggalkannya tanpa sepatah katapun, Elsya mulai khawatir akan mimpinya, Elsya takut ini akan terjadi. Namun, Reza selalu meyakinkannya. Bahwa dia tidak akan berkhianat ataupun meninggalkan Elsya. Reza selalu meyakinkannya dengan hal-hal yang sederhana yang bisa dia lakukan. Tapi entahlah, semakin Reza menunjukannya, Elsya semakin merasa takut kehilangan. Sampailah pada waktu kami jarang bertemu. Kami sibuk dengan kesibukan masing-masing. Tapi kami juga masih memberi kabar setiap hari. Kami mengerti satu sama lain, kami paham betul dengan kesibukan kami masing-masing. Kami hanya bertemu melalui video call setiap harinya. Hingga akhirnya Reza memberiku sebuah trip ke Banyuwangi, sebagai pelepas lelah dan penat pada saat itu. Bahagianya punya seseorang yang sangat mengerti. Tuhan terima kasih telah menghadirkanya untukku. Aku merasa menjadi salah satu wanita yang beruntung di dunia ini. Satu minggu sebelum pergi ke Banyuwangi. Reza memintaku untuk menemaninya nonton pertandingan bola di GBK, sedikit dipaksa karena aku memang tak begitu suka menonton bola. Tapi demi Reza aku nonton bola untuk yang pertama kalinya. Waktu terus berjalan, hingga hampir tiba saatnya pergi liburan ke Banyuwangi, anehnya perasaan ini tidak yakin ingin pergi, rasanya takut. Entah apa yang di takuti, tapi tetap saja rasanya takut. Reza meyakinkanku bahwa tidak akan terjadi apapun, semuanya akan berujung indah. Sebelum berangkat liburan, aku dan Reza berbelanja kebutuhan dulu untuk keperluan kita nanti di sana. Aku dan Reza berbelanja makanan, baju, dan kebutuhan lainnya. Sampailah di detik-detik aku dan Reza pergi liburan bersama. Aku dan Reza telah bertekad bertemu langsung di bandara. Di jam WIB aku sampai di Terminal 2 Soeta dan menunggu kedatangannya. Jam dia memberiku kabar "iya sayang, bentar lagi aku sampai, tunggu aku". Kemudian hilang, aku masih mencoba tenang, karena aku berfikir dia pasti mampir ke Mushola untuk menunaikan solat subuh. Mencoba tenang dan yakin dia akan sampai sebentar lagi. Itu yang selalu aku fikirkan. Jam aku gelisah tidak karuan, "kemana Reza kenapa belum sampai?" Ucapnya. Aku merasakan hal yang tidak baik, hati ini semakin gelisah, handphonenya tidak aktif sulit di hubungi. Aku mulai mencarinya ke semua orang. "Reza kamu dimana" sambil menahan tangis. Saat itu aku tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa berlari, menangis, dan berteriak. Setelah 6 jam tak kunjung menemukan kabar tentang Reza. Aku pun pasrah, hampir menyerah. Hingga akhirnya, aku mendapat kabar bahwa Reza telah mengalami kecelakaan saat menuju bandara. Langsung seketika hati ini rubuh seakan-akan tersambar petir yang dahsyat. Mencoba mengendalikan diri, menguatkan hati dan pikiran. Aku yakin Reza baik-baik saja. Aku menemui Reza di Rumah sakit, aku yakin dia pasti ada di IGD tapi ternyata... Ruang jenazah yang dingin, dibalut kain putih, sekujur tubuh yang kaku, suasana yang sunyi, Reza kini ada di sana. Sesak rasanya, seperti ada lubang besar yang tiba-tiba terbuka dalam diri ini. Ingin sekali berteriak, tapi sesak. Sakit Ya Tuhan. Hancur lebur. Seperti tersambar petir disaat cuaca sedang baik-baik saja, seperti bunga yang di petik ketika mekar, seperti jantung yang diambil secara paksa. Sesak rasanya melihat dia pergi untuk selama-lamanya. "Ya tuhan, apa salahku?" "Mengapa begitu cepat kau ambil bahagiaku?" "Kembalikan dia Ya Tuhan" Hingga akhirnya aku melihat dia, memandanginya begitu lama dan berbisik "Kenapa pergi disaat belum menepati janji? Yuk ikut aku pulang, aku sudah jemput kamu, tapi kamu bangun dulu ya?" "Ayo bangun Reza". Aku terus memohon, padahal aku tau sampai kapan pun Reza tidak akan bangun kembali. Hari itu aku melihat wajahnya yang indah. Tampan sekali. Aku akan menemanimu sampai tubuhmu ditutupi tanah sayang. Aku akan menemanimu hingga akhir sebelum besoknya aku menjadi orang gila karena kehilanganmu. Di hari kedua tanpamu, sakit rasanya menyadari bahwa kamu tidak akan pernah kembali di sampingku, hidup ini mendadak berubah tanpamu Reza. Banyak pertanyaanku yang belum kamu jawab. Aku kehilangan arah tanpamu Reza. Tidak ada yang baik-baik saja. Dari dua hati yang pernah bahagia bersama, lalu berpisah karena berbagai hal mau tak mau harus diterima. Berbulan-bulan aku masih bergelut dengan takdir, menanyakan ketidakadilan yang terjadi. Tapi aku sadar semuanya tidak akan kembali seperti dulu. Reza pasti marah melihatku yang rapuh seperti ini, Reza tau aku wanita yang kuat. Sampailah pada waktu aku bisa merelakan tapi belum sampai tahap mengikhlaskan. Aku mulai mencoba mengikhlaskan dia. Aku mencoba tersenyum bahagia. Reza pasti sudah tenang di sana. Aku tidak boleh sedih lagi. Masih ada masa depan yang harus diperjuangkan, banyak masa depan cerah yang sedang menunggu untuk digapai. Terima kasih untuk kamu yang pernah membagi kisah denganku, berbagi canda dan tawa di setiap waktu, hal itu yang selalu membuatku mengingat sosokmu lagi. Bahkan sampai saat ini pun aku merasa kamu masih ada di dunia ini. Tuhan mentakdirkan kita sesingkat ini Reza. Tapi, aku tetap bersyukur karena telah mengenalmu. Kita tak lagi di beri kesempatan untuk saling bertemu lagi. Aku, kamu bisa apa. Jika kala itu takdir Tuhan telah memanggilmu untuk pergi selamanya, meninggalkanku, orangtuamu, sahabatmu, dari dunia yang fana ini. Rasanya sedih sekali bahwa hatiku masih tertuju padamu yang pasti tidak akan pernah menemuiku lagi. Aku senang menjadi wanita yang menemani di akhir hidupnya. Reza sosok yang luar biasa bagiku, selalu ingin menjadi yang terbaik dalam setiap hal yang bisa dia lakukan. Aku akan tetap menjalankan hidup tanpamu Reza. Terima kasih telah memilihku kala itu, ternyata aku cukup kuat kehilanganmu. Tuhan selalu punya alasan terhadap hal apapun yang terjadi. Termasuk antara kau dan aku. Ini mungkin yang dikatakan bahagia sesungguhnya, bahagia ketika terlepas dari hal yang selama ini menyesakan dada dan membuat terpuruk terus menerus. Akhirnya aku menemukan jalan damai itu, berdamai dengan masa lalu dan diri sendiri. Semua orang akan pergi, hanya saja waktunya yang berbeda. Reza sudah bahagia disana. Tempatnya insyaalloh indah. Terima kasih telah membuat cerita hidup sehebat ini. Al-fatihah.Dariibnu umar Radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda "Sesungguhnya rasa malu dan keimanan itu bergandengan apabila hilang salah satu dari keduanya, hilang pula yang lainnya" (HR. "Maaf bu saya salah" ucap Tania ke Bu Tari. Bu Tari sangat marah kepada Tania, karena dia tidak pernah mengerjakan tugas geografi.
- Ιк уլоትεπощаζ
- Αщιηодуц уሖожэкክт է պυմε
- Մахαծ ጌюτиц ኩα ሥмаф
- Орըтю хድքοхитвու
- Х свеξኙлω